MOSASAURUS KOMODOENSIS

Administrator | 17.11 |

foto. Gabriel Mahal
Pertanyaan pertama yang diajukan Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H., saat ujian skripsi saya adalah: "Mengapa Saudara masih menggunakan nama ilmiah Varanus Komodoensis dalam skripsi Saudara ini? Mengapa tidak menggunakan nama ilmiah Mosasaurus Komodoensis hasil penelitian Soeparmi Surahya?"

Soeparmi Surahya adalah pakar Komodo. Saya kira satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia. Berasal Fakultas Biologi UGM. Soeparmi Surahya melakukan penelitian Komodo selama 12 tahun, dari tahun 1977 - 1989. Hasil penilitiannya dituangkan dalam buku berjudul "Komodo: Studi Anatomi dan Kedudukannya dalam Sistematik Hewan" (Gadjah Mada University Press, 1989).
Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut Soeparmi menyimpulkan bahwa terjadi kesalahan konvergensi dalam penilitian Peter A. Ouwens, peneliti Belanda, di tahun 1912 yang memberikan nama Varanus Komodoensis sebagai nama ilmiah dari Komodo alias Ora menurut nama lokalnya. Komodo memang mirip biawak, tetapi bukan termasuk genus Varanus. Yang disebut biawak atau genus Varanus itu adalah binatang yang ada pada saat sekarang ini. Sementara Komodo itu binatang purba yang berasal dari era 60 juta tahun lalu.

Hasil penelitian pakar Komodo Soeparmi ini saya tulis dalam skripsi saya (hal. 23 - hal. 24). Menurut Soeparmi, Komodo lebih primitif sedangkan jenis Varanus lebih progresif. Ini dia simpulkan dari hasi perbandingan antara ciri-ciri phyletica Komodo dengan Varanus Salvator. Pada kedua jenis ini terdapat 291 organum. Dari 291 organum, terdapat 271 unsur organum yang polanya berbeda dan ada 20 organum yang polanya sama. Dari 271 organum tersebut, terdapat 269 organum Komodo yang lebih primitif dibandingkan dengan Varanus Salvator dan ada 2 organum Komodo yang lebih progresif dibandingkan dengan Varanus Salvator.
Berdasarkan hasil penelitian dari aspek evolusi, paleontologi, paleogeologi, paleogeografi, paleoekologi dan paleoklimatologi, Soeparmi membuktikan bahwa Komodo itu bukan Varanus, tetapi Mosasaurus Komodoensis. (Surahya, 1989: 289).

Kembali ke pertanyaan Prof. Dr. Koesnadi kepada saya di atas. Saya jawab pertanyaan itu begini: bahwa tanpa mengurangi sedikitpun penghargaan saya terhadap nilai ilmiah dari hasil penilitian Soeparmi, saya masih menggunakan nama ilmiah Varanus Komodensi, bukan Mosasaurus Komodoensis, karena tulisan ilmiah saya ini titik beratnya adalah aspek hukum perlindungan Komodo sesuai bidang studi hukum lingkungan. Di dalam hukum positif, baik hukum internasional maupun hukum nasional, yang berhubungan perlindungan Komodo ini, masih menggunakan nama Varanus Komodoensis.

Sementara belum ada kesepakatan dan belum ada satu peraturan pun yang menetapkan nama ilmiah Komodo itu adalah Mosasaurus Komodoensis berdasarkan hasil penelitian Soeparmi.
Prof. Dr. Koesnadi menerima jawaban saya ini. Tetapi, jawaban tersebut bersifat normatif. Hal substansial yang masih jadi soal sampai hari ini adalah mengapa nama Mosasaurus Komodoensis berdasarkan hasil penilitian selama 12 tahun dari Soeparmi Surahya dan dari berbagai aspek keilmuan (bandingkan singkatnya penilitian Owens, dan mungkin sangat sederhana), tidak digunakan? Mengapa nama ilmiah Mosasaurus Komodoensis yang jauh lebih purba darpada Varanus Komodoensis seakan tenggelam, lenyap, dan tidak berarti apa-apa?
Mestinya Pemerintah Indonesia menetapkan secara resmi nama Mosasaurus Komodoensis sebagai nama ilmiah Komodo ini, bukan Varanus alias jenis biawak, binatang di zaman now. Andaikan saja, masih ragu dengan hasil penilitian Soeparmi Surahya, Pemerintah Indonesia mestinya mengajak pakar di bidang ini untuk melakukan penelitian pembanding/menguji hasil penilitian Soeparmi Surahya ini dan Owens. Hasil penelitian itulah yang menentukan nama ilmiah mana yang tepat untuk Komodo. Begitu!

(Gabriel Mahal)

Category: