Gadis Norwegiaku

Administrator | 13.21 |


Oleh : Emilianus Yakob Sese Tolo
 
Pertama kali kusentuh jemari lentiknya malam itu. Seketika, pipihnya merona seperti delima dan wajahnya pasrah. Rupanya dia tak keberatan. Kusegera menyingsingkan lengan menggenggam tangannya dan menyentuh hatinya berziarah menyelusuri lorong-lororong sepi nan sempit. Cahaya temaran bulan yang mengantung di langit mengedipkan terang sehinggga kami dapat melenggang dengan tenang. Tak lama kemudian kami mencapai bukit kecil yang di sekitarnya tumbuh pohon-pohon cemara.

Di sela-sela pohon cemara itu, ada sebongkah batu sebesar meja makan keluarga dengan permukaan datar. Di atas batu itulah, aku dan dia duduk saling merapatkan tubuh kami berdua sambil memandang bintang-bintang di langit yang cerah. Tak lama kemudian, dia menyandarkan kepalanya pada dadaku.

Sesekali aku menggoda dan merayunya dengan kata. Namun, dia hanya membalasnya dengan tatapan. Ketika tatapan kami saling menyapa, dia mendorong bibirnya yang agak basah ke arahku. Dan, angin sepoi-sepoi malam pun menyapu tubuh kami berdua menjadi satu. Detik itu pun bibir kami pun saling berpagut. Tidak ada lagi kata yang terurai antara aku dan dia. Hanya tangan kami saling menyapa dan meraba. Mata saling berbicara. Semuanya perlahan mengalirkan kehangatan. Penyair terhebat sekaliber Khalil Gibran pun tak dapat melukisnya keindahaan dan kenikmatan cinta kami malam itu.

Itulah awal kisah cintaku bersamanya. Dialah perempuan pertama yang membentur cintanya pada dinding kelaki-lakianku yang membuat aku mengalami indahnya ‘jatuh cinta’.

***

Di tanggal terakhir bulan Sepetember 2009, di ruang tunggu bandara udara Komodo, Labuan Bajo-Flores, hempasan ciumanku yang terakhir membuat air beningnya mengalir menjalari pipinya. Namun, ketika pesawat yang ditumpanginya melayang di udara dan menghilang ditelan langit nan biru, giliran air mataku yang berderai membasahi tanah leluhurku yang kurus.

Sejak hari perpisahan itu, hubungan kami hanya bersandar pada SMS. Senja itu, ketika hari Natal 25 Desember 2010, dia meneleponku. Waktu itu aku bahagia sekali. Itulah pertama kali aku mendengar suaranya sejak perpisahan kami. Dia mengucapkan selamat Natal untukku. Bukan hanya itu. Dia juga memberikan informasi kepadaku yang membuat aku melompat kegirangan.

Aku akan melanjutkan studi Masterku. Itulah yang membuat aku melompat kegirangan mendapat kabar darinya. Ternyata dengan lembaran-lembaran surat-surat berharga yang aku berikan kepadanya setahun yang lalu, dia dengan diam-diam mencarikan beasiswa agar aku bisa melanjutkan Masterku di Norwegia. Dia bercerita bahwa ada satu LSM yang bergerak di bidang ‘Lingkungan Hidup di Negara Sedang Berkembang’ bersedia memberikan aku beasiswa.

Sejak itu hidupku terasa sangat bahagia. Sebab, aku akan bersekolah lagi. Aku akan mengalami lagi suasana kampus yang sudah lama kutinggalkan dan kurindukan. Bukan di Flores. Bukan di Bali. Bukan di Jawa. Pokoknya, bukan di Indonesia. Tetapi, luar negeri, di salah satu negeri kutub utara, yang dikenal sebagai jalan ke Utara, yakni Norwegia.

Bukan cuma itu yang membuat aku bahagia. Bertemu dengan dia adalah kebahagiaanku yang paling aku rindukan yang akan segera menjadi kenyataan. Karena itu, kami bisa kembali mengulangi kemesraan yang dulu pernah kami anyam bersama dalam jiwa kami lewat belaian, rabaan, dekapan dan pagutan bibir yang basah.

Ketika membayangkan bagaimana rasanya berjumpa dia kembali, aku selalu tersenyum sendiri. Sepintas, aku seperti orang sinting. Mujur, aku tidak pernah kedapatan melakukan tingkah gila ini. Sebab, biasanya, bayangan seperti ini baru muncul setiap kali aku menyepi di tempat tidur ketika malam sudah semakin larut.

Dalam bayang itu, aku sering melihat dia di ruang tunggu kedatangan di salah satu bandar udara di Norwegia dengan mata berkaca-kaca memandangku, lalu membenamkanku dalam dekapannya yang lama. Karena eratnya dekapan itu, aku bisa merasakan lembut daging tubuhnya, hangat tubuhnya, dan detak jantungnya yang menggebu-gebu. Semua itu mengalirkan sensasi yang menggembirakan yang membuat bibirku terus mengulum senyum.

Dalam hayalanku itu, aku juga melihat orang-orang yang menatap kami dengan penuh tanya. Betapa tidak, dua insan dari kutub yang yang berbeda dengan ciri fisik yang sama sekali berbeda menyatu dalam dekapan hangat yang lama sambil air mata haru mengalir lambat-lambat dari bola penglihatannya. Aku berkulit gelap, berhidung mancung, berambut hitam keriting, bertubuh agak kurus dengan tinggi di atas rata-rata. Melihat ciri fisikku, orang berpikir aku adalah hasil blasteran Afrika dan India. Padalah, aku produk asli Nagekeo, Flores. Namun, dia berkulit putih bersih, berhidung mancung, berambut lurus dan agak pirang, dan bertubuh atletis. Secara sepintas, dia mirip para artis dalam film-film Holywood yang pernah aku nonton.

Saban hari aku ingin agar malam cepat-cepat menjeput senja. Sebab, pada malam hari yang sepi, di kamar tidurku, aku menemukan surga yang terlukis di wajahnya dalam khayalanku. Itu semua membawa energi bahagia yang meledak-ledak dalam diriku. Bila sudah demikian, aku tak ingin rasa kantuk membunuh khayalku itu. Jika rasa kantuk datang, aku berusaha melawannya. Akibatnya, aku selalu tidur larut malam. Kadang-kadang, khayalan itu berubah menjadi mimpi yang indah yang membuat pagiku lebih indah dan hariku lebih berwana.

Sudah enam malam berturut-turut aku tertidur di kamarku dalam khayalku itu. Di malam ke enam, sekitar pukul 23.00, handphoneku berdering. Ternyata dia meneleponku. Aku cepat-cepat mengangkatnya. Dari seberang, aku mendengar lagi suaranya yang paling aku rindukan. Dengan riang, aku segera menyapanya dan mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011. Tapi, suara dari seberang tidak segera membalas ucapan selamatku.

Tiba-tiba, di ujung telepon, kudengar ada suara tangis pecah. Aku bertanya mengapa dia menangis. Tetapi, suara dari seberang mengaku bahwa dia adalah adik kandung orang yang aku kenal. Sungguh, suaranya bagai pinang dibela dua dengan pujaan hatiku. Dengan hati gelisah aku menanyakan kenapa adik kandung pujaan hatiku ini menangis. Jawaban dari seberang membuat jantungku tak berdetak dan pandanganku kabur. Aku roboh dan tak berdaya. Aku pingsan tak sadarkan diri. Aku tak ingat apa yang terjadi setelahnya.

Sejak saat itu, hidupku menjadi kacau. Rencana studi ke Norwegia aku batalkan secara sepihak walaupun pihak LSM dari Norwegia terus merayuku. Aku pun sering mabuk-mabukan. Uang tabunganku habis hanya untuk membeli minuman beralkohol. Aku sering bergadang bersama para pemuda nakal. Aku sering membuat keonaran. Orang tua, keluarga dan para tentanggaku sering mengutukku. Tetapi, aku tak peduli.

***
Setelah berjumpanya malam ini di salah satu bukit kecil beralaskan salju yang di sekitarnya tumbuh pohon-pohon seperti cemara, aku terbangun dari lelapku dan air beningku pun jatuh satu-satu. Aku terus menangis sendirian di kamarku. Dalam diam, air mata terus mengalir membentuk garis-garis putih di pipiku.

Inilah pertama kali aku berjumpanya dalam mimpiku sejak dia berpulang untuk selamanya di hari pertama tahun 2011. Dia pergi untuk selamanya dalam kecelakaan mobil yang dikendarainya sendiri setelah pulang dari sebuah pesta akhir tahun. Mobilnya ditabrak oleh mobil lain yang dikendarai oleh seorang lelaki berumur mendekati dua puluhan yang sedang mabuk. Lehernya patah dan kepalanya pecah. Pendarahan hebat membuatnya lebih awal meninggalkanku yang selalu merindukannya di dunia ini untuk selamanya. Kepergiannya meninggalkan luka parah dalam hidupku.

Tetapi, setelah berjumpa dia malam ini, aku berniat agar esok hari, ketika mata hari terbit di ufuk timur, aku tetap menghidupi cinta dan kebaikannya dalam ragaku. Dengan raga yang sama ini, aku akan mencintainya. Namun, cintaku padanya melampaui itu semua dan akan teraktualisir dalam setiap kata dan perbuatanku. Aku akan menghidupi cintaku padanya dalam setiap jengkal hidupku, dalam utung dan malang, suka dan duka.

Esok hari ketika bumi bermandikan cahaya matahari, aku berjanji demi langit dan bumi bahwa aku tidak akan lagi menyakiti diriku dengan minuman-minuman beralkohol. Aku bertobat berbuat keonaran yang membuat aku sering dikasari dengan kata-kata kutukan dari orang-orang yang mengenal dan mencintaiku. Aku berbuat itu semua karena bukti kesetiaanku padanya. Dia, yang baru saja kujumpai itu dalam mimpiku, memintaku untuk membuktikan cintaku padanya dengan tidak melakukan segala yang menyakiti diriku sendiri dan orang lain yang telah aku perbuat sejak kepergiannya ke alam keabadian.

Akhirnya, dalam heningnya malam, kupersembahkan doaku pada sang Khalik agar satu waktu aku bisa berdiri di pusaranya memenyalakan lilin kerinduan padanya yang tak bertepi. Jika aku tak bisa menggapai pusaranya, aku berjanji demi kematian dan kehidupan, bahwa kerinduanku padanya akan terus berkanjang sampai aku bertemunya di Surga. Di hadapan para malaikat dan Raja Surga, aku ingin sekali lagi mengecup keningnya dan membenamkannya dalam pelukanku sambil membisikan kalimat yang telah kuukir dalam dinding jiwaku selamanya: ‘AKU MENCITAIMU HELENA, GADIS NORWEGIAKU’.

Yogyakarta, 18 Juni 2013

Category: